Senin, 31 Oktober 2011

KOMODO, MEGA PREDATOR MENUJU PUNCAK KEAJAIBAN

KOMODO, MEGA PREDATOR MENUJU PUNCAK KEAJAIBAN
Orang banyak menyebutnya kerabat dinosourus dari Timor. Dulu bahkan ada yang mengira sebagai naga raksasa yang menyeramkan. Bukan sekedar dongeng atau mitos, inilah bukti kebenarannya. Komodo, satu-satunya warisan dan saksi purbakala yang masih bertahan hingga kini hanya dapat dijumpai di Taman Nasional Komodo, yang terletak di sebuah selat antara Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ciri Fisik Komodo
Komodo menyandang nama latin Varanus komodoensis merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2 hingga 3 meter. Penduduk setempat menyebutnya dengan nama Ora, dikenal juga dengan sebutan naga komodo (komodo dragon) dan biawak komodo ( komodo monitor). Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang. Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina. Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki massa sekitar 70 kilogram. Lebih dari itu, fauna yang dapat melihat sampai 300 meter ini bahkan sering mempunyai bobot tubuh lebih besar bila dipelihara di penangkaran. Tercatat spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang 3,13 meter dan berat 166 kilogram. Panjang cakar mencapai 10 cm. Perenang yang baik dan bisa menyelam dalam air sampai kedalaman 5 meter. Satwa yang tidak punya kemampuan untuk mendengar ini mempunyai inteligensi yang bagus, terlihat pada saat berburu atau mencari mangsa, dan itu bukan berasal dari hidung melainkan dari lidahnya yang selalu menjulur keluar untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli. Bahkan lebih dahsyat lagi, sang predator puncak ini dianugrahi bisa dan air liur yang mematikan. Bila ada mangsa seperti rusa, kerbau atau babi hutan yang terkena gigitan komodo, maka pada umumnya korban naas ini hanya akan bertahan hidup selama satu minggu dan langsung binasa. Pada kondisi tertentu, Komodo dapat berperilaku kanibal dengan memangsa komodo lainnya.

Regenerasi Komodo

Sebagai hewan dalam kelas reptil, komodo berkembang biak dengan bertelur. Musim kawin berlangsung antara bulan Juli hingga Agustus. Komodo jantan akan bertempur memperebutkan betina. Satu bulan setelah musim kawin sang betina akan mencari lubang di tanah untuk bertelur. Sekali bertelur umumnya komodo mengeluarkan 15-30 butir telur dengan masa inkubasi antara 8-9 bulan. Anak-anak komodo yang menetas akan berlindung di atas pohon untuk menghindari predator dan kalibalisme dari komodo dewasa.
Fakta mengejutkan pun terkuak. Menambah daftar keajaiban satwa pelintas zaman ini. Penelitian di London membuktikan komodo dapat beregenerasi dengan cara partenogenesis, yakni pembuahan yang terjadi tanpa adanya perkawinan. Namun disinyalir proses dari partenogenesis ini akan selalu menghasilkan seekor komodo jantan. Dan ini mungkin merupakan salah satu cara guna melindungi komodo dari ancaman kepunahan.

Evolusi dan Sejarah Komodo
Sekitar 40 juta tahun silam di Asia, muncul spesies komodo yang dimulai dengan marga veranus, yang kemudian bermigrasi ke Australia. Selanjutnya 15 juta tahun yang lalu para biawak raksasa ini kemungkinan bergerak menuju wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang, karena pertemuan lempeng benua Australia dan Asia Tenggara. Komodo diyakini berevolusi dari nenek moyang Australia sekitar 4 juta tahun yang lampau, dan meluas penyebarannya sampai sejauh Timor.
Ketika tahun 1910 armada kapal Belanda menemukan makhluk misterius yang diduga "Naga" mendiami wilayah Kepulauan Sunda Lesser. Selanjutnya oleh Letnan Steyn Van Hensbroek, seorang penjabat Administrasi Kolonial Belanda di kawasan Flores temuan ini ditindaklanjuti. Pada tahun 1912, Peter A. Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor
mempublikasikan komodo kepada dunia lewat papernya. Dalam pemberitaannya, Ouwens memberi saran nama kadal raksasa " Varanus komodoensis" untuk komodo, sebagai pengganti julukan Komodo Dragon (Naga Komodo). Dipercaya sebagai hewan unik dan langka, pada tahun 1915 pemerintah Belanda akhirnya menetapkan Pulau Komodo sebagai wilayah konservasi.
Habitat, Konservasi, dan Ekowisata
Hidup di padang savana yang gersang nan tandus, komodo membentuk negerinya sendiri di Taman Nasional Komodo, dan tersebar di Pulau Komodo (1700 ekor), Pulau Rinca (1300 ekor), Pulau Gili Montang (100 ekor), serta Gili Dasami (100 ekor). Hewan titisan era jurasic yang menyukai tempat panas ini akan menjaga panas tubuhnya di malam hari dengan membuat sarang dalam lubang sedalam 1-3 meter.
Dengan populasi yang kian menyusut, menyeret komodo masuk dalam daftar IUCN (International Union for Conservation of the Nature). Perubahan iklim akibat ulah tangan usil manusia seperti pembabatan serta pembakaran hutan liar, limbah bahan pertambangan, dapat mengancam keberlangsungan hidup mega reptil ini. Ditambah lagi kecerobohan manusia dalam berburu rusa secara berlebihan, dapat membahayakan keseimbangan ekosistem di kawasan pulau komodo. Oleh karena itu pemerintah pada tahun 1980 menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai wilayah konservasi. Selanjutnya sebagai pengakuan dunia atas kekayaan alam ini, kawasan seluas 1.817 kilometer persegi ini dikukuhkan sebagai Cagar Manusia dan Biosfir pada tahun 1986 serta Situs Warisan Dunia (World Heritage) oleh UNESCO pada tahun 1991.
Taman Nasional Komodo yang lebih populer dengan sebutan Pulau Komodo menyimpan berjuta pesona panorama alam dan keunikan tersendiri. Kawasan di Kabupaten Manggarai Barat ini selain terdapat hutan savana, juga terdapat hutan tropis musim yang di dominasi pohon lontar (Borassus flabellifer), hutan bakau serta terumbu karang. Bukan hanya itu, perairan di Pulau Komodo dengan luas 1.214 kilo meter merupakan salah satu kawasan laut terkaya di dunia. Keindahan pemandangan bawah laut yang eksotik,ribuan spesies ikan hias, gunung laut, bunga karang, terumbu karang dan teluk semi tertutup menambah panjang barisan andalan potensi wisata di tanah komodo ini. Keindahan bahari ini begitu sempurna mengingat perairan ini merupakan migrasi 5 jenis paus, 10 lumba-lumba dan duyung.
Satwa warisan purba berikut hamparan keindahan alam yang luar biasa di belahan timur bumi pertiwi memang merupakan suatu keajaiban sesungguhnya. Hingga saat ini, komodo masih berkompetisi meraih gelar bergengsi di ajang Internasional untuk masuk dalam 7 Keajaiban Dunia Baru (new7wonders).
Ayoo cepat...berikan cinta untuk negeri dengan sumbangsih suaramu. Satu suara sangat berarti selamatkan ribuan komodo dan mengangkat citra bangsamu.
Sumber :
  • Wikipedia
  • Taman Nasional Komodo
  • Wartasemesta
Kunjungi http://pilihkomodo.com/tentangkomodo/   dan dukung terus dengan mngirim sms KOMODO ke 9818. GRATIS

Sabtu, 29 Oktober 2011

AL ITTIHAD


BAB II
PEMBAHASAN


A.    PENGERTIAN AL FANA, AL BAQA, DAN AL ITTIHAD
Sebelum berbicara tentang ittihad, di dalam ilmu tasawuf dikenal istilah al fana dan al baqa. Al fana menurut bahasa berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan al fasad (rusak). Fana artinya tidak tampaknya sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya sesuatu pada sesuatu yang lain.
Adapun arti fana di kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain, fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan. Oleh karena itu, Mustafa Zahri mengatakan bahwa yang dimaksud fana adalah lenyapnya inderawi atau kebasyariahan yakni sifat sebagai manusia biasa yang suka pada syahwat dan hawa nafsu[1].
Ibn Taimiyah, seorang ulama fiqh dan ahli kalam mengupas tiga keadaan fana yang telah dikemukakan oleh golongan hakikat, pertama fana dalam penyembaha (fana’an ibadah), kedua fana dalam pandangan (fana ‘an syuhud), dan ketiga fana dalam penciptaan (fana ‘an wujud)[2].
Adapun fana dalam penyembahah, Ibn Taimuyah menjelaskan bahwa dalam baribadat, bertawakkal, dan cinta hanya kepada Allah tidak kepada yang lainnya. Mengenai fana dalam pandangan, yang oleh orang sufi disebut ihwal istihdam, Ibn Taimiyah berpendapat bahwa ini termasuk suatu kelebihan dalam bidang menghadap kepada Allah. Karena apabila seseorang melihat bahwa Allah itu Tuhan bagi segala sesuatu, yang menjadikannya dan memilikinya, maka dapat dipastikan orang itu melihat asma, sifat dan hukum Tuhan dan keadaan itu membawanya kepada ma’rifat, syuhud, iman, dan hakikat  yang lebih sempurna.
Sedangkan fana wujud menurut Ibn Taimiyah adalah jika seseorang itu mencintai apa yang dicintai Tuhan, membenci apa yang dibenci Tuhan, beramal dan berbuat apa yang disuruh oleh Tuhan, kecintaan Tuhan menjadi kecintaan baginya, musuh Tuhan menjadi musuh baginya, maka itulah yang dikatakan bersatu dengan Tuhan. Hal ini seperti yang dikatakan Bukhari dari Abu Hurairah dalam bentuk Hadis Qudsi yang berbunyi bahwa Allah berfirman, “Barangsiapa memusuhi wali-wali, sebenarnya menggerakkan Aku menyatakan perang terhadapnya. Tidak ada hambaku mendekati Aku hanya dengan mengerjakan segala pekerjaan wajib, tetapi ia mendekati Aku dengan pekerjaan-pekerjaan yang sunat, sehingga Aku mencintainya karena itu. Apabila Aku mencintainya, maka pendengaran-Ku menjadi pendengarannya, pandangan-Ku menjadi pandangannya, Aku menjadi tangannya yang terbuka dan kakinya yang berjalan. Dengan Aku ia mendengar, dengan Aku ia melihat, dengan Aku iamembuka tangannya dan dengan Aku ia berjalan. Apabila ia meminta sesuatu kepada-Ku, pasti Aku berikan, apabila ia memohonkan pertolongan kepada-Ku, pasti Aku bantu, tidak ragu-ragu tentang sesuatu, Akulah yang memperbuatnya, Aku yang mengambil jiwa hamba-Ku yang mukmin itu, ia membenci mati, Aku membenci kerusakannya, sehingga panggilan-Ku itu tidak dapat tidak harus berlaku.”[3] Hadis ini adalah hadis yang shahih, yang pernah diriwayatkan tentang wali-wali Tuhan.
Sebagai akibat dari fana adalah baqa. Menurut para sufi, baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana) sifat-sifat basyariah, maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah. Dalam tasawuf, fana dan baqa datang beriringan.
Selanjutnya fana yang dicari oleh orang sufi adalah penghancuran diri (al fana ‘an nafs), yaitu hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia. Kalau seorang sufi telah mencapai al fana ‘an nafs, yaitu kalau wujud jasmaniah tidak ada lagi (dalam arti tak disadarinya lagi), maka yang akan tinggal ialah wujud rohaniahnya dan ketika itu ia bersatu dengan Tuhan secara rohaniah. Harun Nasution berpendapat bahwa kelihatannya persatuan dengan Tuhan ini terjadi langsung setelah tercapainya al fana ‘an nafs.[4]
Adapun kedudukan fana dan baqa adalah merupakan suatu hal, karena yang demikian tidak terjadi secara terus-menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana kelihatannya lebih merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan rohani dengan Tuhan). Berbicara fana dan baqa ini erat hubungannya dengan al ittihad karena tujuan dari fana dan baqa itu sendiri ialah ittihad tersebut.
Ittihad artinya penyatuan batin atau rohaniah dengan Tuhan. Dengan kata lain yakni bahwa tingkatan tasawuf seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan.
A. R. Al Badawi berpendapat bahwa di dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud. Walaupun sebenarnya ada dua wujud yang berpisah satu dari yang lain. Hal ini terjadi karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud. Sehingga akan terjadi pertukaran peranan antara yang mencintai dan yang dicintai (sufi dan Tuhan)[5].
      Dalam situasi ittihad yang demikian itu, seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu dengan kata-kata: “Hai Aku”. Dengan demikian jika seorang sufi mengatakan misalnya mahasuci aku, maka yang dimaksud aku di situ bukan sufi sendiri, tetapi sufi yang telah bersatu batin dan rohaninya dengan Tuhan, melalui fana dan baqa.
      Ittihad itu tidak dapat diartikan berpadu menjadi satu antara Tuhan dan hamba-Nya dalam arti kata yang sebenar-benarnya, tetapi bersatu dalam arti tujuan dan keindahan.



B.     TOKOH SUFI ITTIHAD DAN AJARANNYA
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid Al Bustami disebut-sebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan paham fana dan baqa (ittihad) ini. Beliau lahir di Bistam di Persia pada tahun 874 M. dan meninggal pada usia 73 tahun. Ibunya merupakan seorang zahid dan Abu Yahid amat patuh padanya. Orang tuanya termasuk pemuka agama yang berada di Bistam. Nama kecilnya adalah Thaifur. Abu Yazid memilih kehidupan sederhana yang menyayangi dan mengasihi fakir miskin. Sebagian besar dari waktunya beliau pergunakan untuk beribadah dan memuja Tuhan. Beliau senantiasa ingin dekat dengan Tuhan, yang dimulai dengan timbulnya paham fana dan baqa.
Ketika Abu Yazid telah fana dan mencapai baqa maka dari mulutnya keluarlah kata-kata yang ganjil, yang jika tidak hati-hati memahami akan mnimbulkan kesan seolah-olah Abu Yazid mengaku dirinya Tuhan, padahal yang sesungguhnya ia tetap manusia, yang mengalami pengalaman batin bersatu dengan Tuhan. Di antara ucapan ganjil yang keluar dari dirinya, misalnya: “Tidak ada Tuhan, melainkan saya. Sembahlah saya, amat sucilah saya, alangkah besarnya kuasaku.[6]
      Ucapan yang keluar dari mulut Abu Yazid itu bukanlah kata-katanya sendiri tetapi kata-kata itu diucapkan melalui diri Tuhan dalam ittihad yang dicapainya dengan Tuhan. Dengan demikian sebenarnya Abu Yazid tidak mengaku dirinya sebagai Tuhan.

C.    ITTIHAD DALAM PANDANGAN AL QUR’AN
Paham fana dan baqa yang ditujukan untuk mencapai ittihad itu dipandang oleh sufi sebagai sejalan dengan konsep liqa al rabbi menemui Tuhan. Fana dan baqa merupakan jalan menuju berjumpa dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman Allah yang berbunyi: (kahfi 11)

     Paham ittihad ini juga dapat dipahami dari keadaan ketika Nabi Musa ingin melihat Allah. Nabi Musa as. berkata, “Ya Tuhan, bagaimana supaya aku sampai kepada-Mu?” Tuhan berfirman, “Tinggallah dirimu (lenyapkanlah dirimu) baru kamu kemari (bersatu).”
      Ayat dan riwayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah SWT telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniah atau batuniah, yang caranya antara lain dengan beramal saleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak yang buruk, menghilangkan kesadaran sebagai manusia, meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah, yang kesemuanya initercakup dalam konsep fana dan baqa. Adanya konsep ini dapat dipahami dari isyarat yang terdapat dalam ayat sebagai berikut. (ar rohman 26-27)



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
·         Abu Yazid Al Bustami disebut-sebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan paham fana dan baqa (ittihad). Beliau lahir di Bistam, Persia pada tahun 874 M dan wafat pada usia 73 tahun.
·         Al fana menurut bahasa berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana di kalangan sufi adalah bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan.
·         Sebagai akibat dari fana adalah baqa. Baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Dalam tasawuf, fana dan baqa datang beriringan.
·         Fana kelihatannya lebih merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan rohani dengan Tuhan).
·         Berbicara fana dan baqa ini erat hubungannya dengan al ittihad karena tujuan dari fana dan baqa itu sendiri ialah ittihad tersebut.
·         Ittihad artinya penyatuan batin atau rohaniah dengan Tuhan. Dengan kata lain yakni bahwa tingkatan tasawuf seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan.
·         Ittihad itu tidak dapat diartikan berpadu menjadi satu antara Tuhan dan hamba-Nya dalam arti kata yang sebenar-benarnya, tetapi bersatu dalam arti tujuan dan keindahan.



DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, Prof. Dr. H. M. A., 2010, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers.
Atjeh, Aboebakar, Prof. Dr. H., 1989, Pengantar Sejarah Sufi & Tasawwuf, Solo: CV Ramadhani.
Mustofa, A., Drs. H., 1997, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.



[1] H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), hal.232.
[2] H. Aboebakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi & Tasawwuf, (Solo: CV Ramadhani, 1989), hal.139.
[3] H. Aboebakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi & Tasawwuf, (Solo: CV Ramadhani, 1989), hal.141.
[4] H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), hal.234.
[5] H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet.V, ed.rev, hal.269.
[6] H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010), hal.236.

Strategi Pembelajaran Al Qur’an


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Pengajaran Al-Qur’an
Pengertian pengajaran adalah sebagai berikut:
a.       Menurut Ki Hajar Dewantara pengajaran adalah pendidikan dan pengetahuan serta memberi kecakapan pada anak yang keduanya bisa bermanfaat buat hidup baik lahir maupun batin.[1]
b.      Pengajaran adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotorik semata-mata, yakni supaya anak lebih banyak pengetahuannya, lebih cakap berfikir kritis, sistematis dan obyektif, serta terampil dalam mengerjakan sesuatu.[2]
Pengajaran dapat diartikan sebagai tindakan mengajar atau mengajarkan yang berarti bahwa terjadi proses transformasi pengetahuan dari pendidik pada anak didik secara berkesinambungan dan berulang-ulang, serta membutuhkan keseriusan dan berlatih setiap huruf-huruf dan bacaannya.
Adapun beberapa pendapat dalam pengertian Al-Qur‟an menurut istilah antara lain:
a.       Al-Qur‟an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan membacanya termasuk ibadah.[3]
b.      Pengertian Al-Qur‟an menurut Departemen Agama dalam Al-Qur‟an dan terjemahannya adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis dimushaf dan diriwayatkan dengan jalan mutawattir dan yang membacanya dianggap beribadah.[4]
c.       Menurut Hasbi Ash-Shiddiqy, Al-Quran adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ditulis dalam mushaf, yang berbahasa arab yang telah dinukilkan (dipindahkan) kepada kita dengan jalan yang mutawattir, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah disudahi dengan surat An-Nas.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran Al-Qur‟an adalah pemberian ilmu pengetahuan atau ketrampilan membaca dari seorang pendidik kepada orang lain (anak didik), sehingga anak didik dapat memiliki pengetahuan dan pengertian dalam membaca.[5]
Adapun pengertian lain pengajaran Al-Qur‟an adalah membimbing, melatih anak untuk membaca Al-Qur‟an dengan baik, dimana hal tersebut membutuhkan waktu yang lama dan melalui proses berulang-ulang.[6]

B.     Metode Belajar Al Qur’an
Metode belajar Al Quran idealnya memiliki panduan tertentu dan dilaksanakan dengan konsisten. Konsistensi ini penting untuk membangun sistem metode yang kuat dengan prinsip memudahkan bagi murid. Namun pada kasus-kasus tertentu seorang guru Al Quran menghadapi kondisi yang khusus dan memerlukan penanganan berbeda. Kelompok belajar yang ditangani memiliki karakteristik yang beragam antar kelompok maupun secara internal kelompok belajar Al Quran sangat terbuka kemungkinan bersifat heterogen.
Guru Al Quran dalam menghadapi perbedaan karakter kelompok atau murid menghadapi tantangan untuk dapat menerapkan variasi-variasi metode belajar Al Quran. Variasi metode ini mengacu pada teori gaya belajar, yakni visual, auditori, dan kinestetik. Kabar baik bagi guru Al Quran bahwa metode belajar Al Quran pada dasarnya telah menerapkan tiga gaya belajar ini secara terpadu. Gaya belajar visual diterapkan pada saat murid memperhatikan tulisan pada alat peraga atau buku. Gaya belajar auditori diterapkan pada saat murid mendengarkan bacaan guru dengan Teknik 1 (guru membaca murid mendengar). Sedangkan gaya belajar kinestetik diterapkan pada saat murid menunjuk tulisan yang sedang dibaca pada buku.[7]
Keunikan metode belajar Al Quran adalah murid diajak untuk mempraktikkan gaya belajar ini secara bersamaan. Terutama gaya belajar visual dan auditori. Hal ini karena metode belajar Al Quran bersifat praktis. Murid dapat mencapai kompetensi jika menerapkan gaya belajar melihat tulisan, mendengar bacaan, menunjuk, dan yang lebih penting dari tiga gaya belajar ini adalah gaya belajar dengan lisan atau verbal. Gaya belajar lisan adalah gaya belajar inti yang harus diterapkan dalam semua bagian dari proses belajar Al Quran sebagaimana yang diterapkan oleh Rosululloh dan para sahabat beliau.

C.    Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.[8]
Istilah strategi sering digunakan dalam konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Dalam kegiatan pembelajaran, Nana Sudjana mengatakan bahwa strategi mengajar adalah taktik yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar dapat mempengaruhi siswa memperoleh tujuan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.[9]

D.    Macam-Macam Strategi Pembelajaran Al Qur’an
Berikut adalah macam-macam strategi pembelajaran Al Qur’an:[10]
1.      Sorogan / Individual / Privat
Yaitu, murid membaca secara individu maju satu persatu kepada guru sesuai halaman masing-masing, selesai langsung pulang tanpa menunggu teman yang lain. Mengingat tidak ada pelajaran lain seperti : do’a harian, kalimah thoyyibah hafalan surat-surat pendek, bacaan sholat dan lain –lain, kecuali Al-Qur’an saja.
Kelebihan dan kekurangan metode Sorogan/Individual:
Kelebihan
·         Sangat baik untuk lembaga yang sangat minim guru dan fasilitas sementara murid melimpah.
·         Jumlah ruangan yang tidak mencukupi kebutuhan
·         Dalam satu kelas terdiri dari berbagai jilid
·         Konsentrasi penuh sehingga hasil bisa maksimal
Kekurangan
·         Tidak ada kompetisi diantara sesama murid
·         Sangat merugikan bagi lembaga yang punya fasilitas lengkap guru dan ruang cukup
·         Tempo belajar hanya beberapa menit saja, dari satu jam yang tersedia
·         Kesempatan untuk belajar mengoreksi bacaan teman tetutup
·         Kelas bising, sehingga anak belajar kurang nyaman
·         Jika bertempat di masjid atau mosholla, mengganggu para jamaah yang sedang beribadah.
2.      Klasikal Individual
Yaitu, mengajar dengan cara membagi waktu menjadi dua, sebagaian waktu digunakan untuk membaca secara bersama-sama (klasikal) selebihnya untuk individu, sesuai dengan kemampuan.
Misalnya:
·         10 – 15 % waktu untuk klasikal, misal hari ini pokok pelajaran I berikut latihannya dan esok hari pokok pelajaran II beserta latihannya, dst.
·         85 – 90 % waktu untuk individu sesuai dengan pelajaran masing-masing.
Kekurangan dan kelabihan metode Klasikal Individual:
Kelebihan:
·         Siswa lebih lancar membaca, sebab disamping membaca sendiri, juga menyimak temannya yang berarti membaca didalam hati
·         Cocok untuk lembaga yang lengkap fasilitasnya guru dan murid berimbang serta tempat atau ruang yang memadai
·         Kesempatan untuk belajar mengoreksi bacaan temannya lebih terbuka/lebih gampang
Kekurangan:
·         Ketika individual kelas cendrung tidak terkontrol
·         Waktu yang ada kurang maksimal


3.      Klasikal Baca Simak
Yaitu, mengajarkan secara bersama-sama setiap halaman judul dan diteruskan secara individu pada halaman latihan sesuai halaman masing-masing, disimak oleh siswa yang tidak membaca dan dimulai dari halaman yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Contohnya:
Mengajar TK jilid IV dengan jumlah santri 20 orang anak terdiri dari:
Pokok pelajaran I halaman 1 – 4 : 5 anak ( a, b, c, d, e )
Pokok pelajaran II halaman 5 – 6 : 5 anak (f, g, h, i, j )
Pokok pelajaran III halaman 7 – 9 : 5 anak (k, l, m, n, o )
Pokok pelajaran IV halaman 10 – 11 : 5 anak ( p, q, r, s, t )
Mulai dari pokok pelajaran I (halaman 1 – 4 )
- Halaman judul diterangkan dan diberi contoh beberapa baris sampai betul-betul faham.
- Semua anak membaca bersama-sama dua atau tiga baris awal pada halaman
judul, boleh juga separuh halaman judul
- Baris selebihnya dibaca secara bergantian oleh a – e, sampai halaman 4, masing-masing satu s.d dua baris dan disimak oleh anak yang lain bersama-sama gurunya
- A dan b lancar tanpa salah, maka meraka punya hak mengikuti pokok pelajaran II bersama-sama dengan f – j
- C dan D lancar sampai halaman 4 tapi ada salahnya 2 X, hari berikutnya langsung pokok pelajaran II
- Sedang e hanya mampu menyelesaikan sampai halaman 3, tidak lancar dan banyak salahnya, esok hari mengulangi lagi dari halaman yang tidak lancar tadi atau halaman yang banyak salahnya
- Jika ada bacaan yang salah anak yang lain menegur dengan cara mengucapkan kata “ salah “ sampai 2 X
- Begitu seterusnya pokok pelajaran II, III, IV dengan cara yang sama.
Langkah- langkah pembetulan kesalahan baca pada anak :
a.       Berikan kesempatan sampai 2 X lagi untuk memperbaiki kesalahan bacaan.
b.      Jika tetap masih salah juga, tanyakan kepada yang lainnya siapa yang bisa membaca dengan benar ?, apa salahnya ? dan bagaimana yang benar ? dan sebagainya
c.       Tidak ada satu muridpun bisa menjawab, guru membimbing menunjukkan tempat yang salah dan membetulkan bersama-sama.
d.      Dan jangan sekali-kali guru langsung memberikan bacaan yang benar, kecuali sangat terpaksa dan ini langkah terakhir
e.       Anak tersebut mengulanginya lagi dengan bacaan yang sudah diberikan.
Kelebihan dan kekurangan metode Klasikal Baca Simak:
Kelebihan
·         Siswa lebih lancar membaca, disamping lisan membaca juga menyimak (membaca dalam hati)
·         Suasana kelas tenang, PBM lancar dan enak.
Kekurangan :
Siswa yang merasa sudah bisa membaca, biasanya ogah-ogahan menyimak.

4.      Klasikal Baca Simak Murni (KBSM)
Semua siswa menerima pelajaran yang sama , dengan cara membaca bersama-sama setiap halaman judul, dilanjutkan membaca individu 1 – 2 baris pada halaman latihan secara bergantian ( dari halaman 1 – akhir ) pada pokok pelajaran tadi, yang lainnya menyimak bersama-sama dengan guru.
Dimulai dari pokok pelajaran awal sampai semua anak lancar, jika baru sebagian anak yang membaca, tapi halaman latihan pada pokok pelajaran habis, maka kembali lagi kehalaman pada pokok pelajaran I dan baru pindah kepokok pelajaran berikut setelah yang pertama tuntas.
Dalam metode ini guru bisa mengajarkan 2 s.d 3, bahkan 4 pokok pelajaran setiap hari. Jika seluruh halaman dalam buku sudah terbaca, maka siswa yang sudah mencapai LCTB diteskan. Sedang yang belum LCTB diulang dari awal lagi dengan cara seperti diatas, dan kenaikan tetap individu.
Contohnya :
Mengajarkan jilid II SD dengan jumlah murid = diatas
Mulai dari pokok pelajaran I
- Halaman judul diterangkan dan diberi contoh bebrapa baris sampai betul-betul paham
- Semua anak membaca bersama-sama dua atau tiga baris awal pada halaman judul, boleh juga separoh halaman judul
- Baris selebinya dibaca secara bergantian oleh seluruh anak, dari halaman 1 – 6, masing-masing satu s.d dua baris dan disimak oleh anak yang lain bersama-sama gurunya
- Jika memungkinkan untuk menambah pokok pelajaran brikut, hari itu juga ditambah dengan cara seperti pokok pelajaran I
- Hari esok tinggal melanjutkan pokok pelajaran berikutnya
- Anak yang baru masuk langsung ikut menyesuaikan yang lama.
Kekurangan dan kelebihan metode Kalsikal Baca Simak Murni :
Kelebihan :
·         Lebih lancar membaca
·         Menyimak terus
·         Kelas tertib dan PBM lancar
·         Lebih kritis terhadap bacaan teman-temannya
·         Lebih banyak berkonsentrasi
·         Pengajaran lebih fleksibel karena banyak pilihan
Kekurangan :
·         Tidak baik untuk jilid I TK Maupun SD
·         Wali murid susah mengetahui secara pasti halaman putrinya.



[1] Tim Penyusun PKP 3, Peranan Pondok Pesantren dalam Pembangunan, (Jakarta: Paryu Barkah, 1974), hlm. 1
[2] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Al-Qur’an Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1995), hlm. 33-34
[3] Manaul Quthan, Pembahasan Ilmu Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm.  3
[4] DEPAG RI, Terjemahannya Bab I, (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993), hlm. 16
[5] Lihat: lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/abstract/04110173.ps (tanggal 20 Juni 2011)
[6] Ibid. (tanggal 20 Juni 2011)
[7] Lihat: http://pembelajaranalquran.wordpress.com/2009/08/26/varias-variasi-metode-belajar-al-quran-menciptakan-pembelajaran-al-quran-yang-memudahkan/ (tanggal 5 Juni 2011)
[8] Lihat: http://smacepiring.wordpress.com/2008/03/10/beda-strategi-model-pendekatan-metode-dan-teknik-pembelajaran/ (tanggal 21 Juni 2011)
[9] Lihat: http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/chapter_ii/07110189.pdf  (tanggal 20 Juni 2011)
[10] Lihat: http://labquransdisabilillah.blogspot.com/ (tanggal 20 Juni 2011)