BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Disipin Kelas
Kata disiplin berasal dari bahasa latin “disciplina” yang menunjuk kepada
belajar dan mengajar. Kata ini berasosiasi sangat dekat dengan istilah
“disiple” yang berarti mengikuti orang belajar dibawah pengawasan seorang
pemimpin. Di dalam pembicaraan disiplin dikenal dua istilah yang pengertiannya
hampir sama tetapi terbentuknya satu sama lain merupakan urutan. Kedua istilah
itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah siasat
dan ketertiban. Di antara kedua istilah tersebut terlebih dahulu terbentuk
pengertian ketertiban, baru kemudian pengertian disiplin (Suharsimi, 1993:
114).[1]
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri
seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Disiplin merupakan sikap mental.
Disiplin pada hakekatnya adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun
masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan , kepatuhan yang didukung oleh
kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan.
Disiplin berkaitan pula dengan motivasi, karena dengan adanya
disiplin anak terdorong untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu untuk mencapai apa yang diharapkan orang lain darinya, apakah itu keluarga,
guru, maupun teman-temannya.
Santoso (2002) menyatakan
disiplin merupakan kesadaran akan sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam
diri seseorang sesuai dengan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan
secara berkesinambungan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan.[2]
Rimm (2003) mengemukakan
bahwa tujuan disiplin pada anak adalah mengarahkan anak agar mereka belajar
mengenai hal-hal baikyang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka
sangat tergantung kepada disiplin diri. Diharapkan, kelak disiplin diri akan membuat
mereka hidup bahagia, berhasil, dan penuh kasih sayang.[3]
Inti dari disiplin ialah untuk mengajar, atau seseorang yang mengikuti
ajaran. Bagi anak tujuan jangka pendek
dari disiplin ialah membuat anak supaya terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk
tingkah laku yang pantas dan yang tidak pantas atau yang masih asing bagi mereka. Sedangkan tujuan
jangka panjang dari disiplin adalah
untuk perkembangan pengendalian diri sendiri dan pengarahan diri sendiri (self control and self
direction) yaitu dalam hal mana anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian luar.
Pengendalian diri berarti menguasai tingkah
laku diri sendiri dengan berpedoman norma-norma yang jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang
sudah menjadi milik sendiri. Karena itu di sekolah guru haruslah secara aktif dan terus menerus
berusaha, untuk memainkan peranan yang makin
kecil dari pekerjaan pendisiplinan itu, dengan secara bertahap melakukan pengembangan dan pengendalian
disiplin pada anak sehingga anak mampu melakukan pengarahan diri sendiri kelak.[4]
Disiplin kelas merupakan hal yang esensial terhadap
terciptanya perilaku tidak menyimpang dari ketertiban kelas. Dalam semangat
pendekatan pendidikan disiplin hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan
prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi berfungsi sebagai
petunjuk dan pengecek bagi para guru dala mengambil kebijakan yang berhubungan
dengan disiplin. Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh guru
harus:
a. Menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan;
b. Mengembangkan dan membentuk profesionalisme personel dan sosial lulusan;
c. Merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik;
d. Menumbuhkan kesungguhan berbuat dan berkreasi, baik dikalangan guru dan
peserta didik tanpa ada kecurigaan dan kecemasan;
e. Menghindari perasaan beban berat an rasa terpaksa dikalangan para peserta
didik.[5]
Para peserta didik, dengan disiplin diharapkan bersedia untuk tunduk dan
mengikuti peraturan tertentu dan menjauhi larangan tertentu pula. Terciptanya kesediaan
semacam ini harus dipelajari dan harus secara sadar diterima. Itu semua adalah
dalam rangka memelihara kepentingan bersama atau memelihara kelancaran
tugas-tugas sekolah.
Satu keuntungan lain dari adanya disiplin adalah para peserta
didik belajar hidup dengan pembiasaan yang baik, positif dan bermanfaat bagi
dirinya dan lingkungannnya. Lebih lanjut dengan adanya pembiasaan tersebut maka
akan tumbuh jiwa tentram dalam diri dan masyarakat sekitar.
Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan
kemerdekaan siswa. Menegakkan disiplin justru sebaiknya, ia ingin memberi
kemerdekaan yang lebih besar kepada siswa dalam batas-batas kemampuannya. Akan
tetapi, juga kalau kebebasan siswa terlampau dikurangi, dikekang dengan
peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan. Di sekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol
tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan
dengan optimal.
B.
Pentingnnya Pembinaan Disiplin Dan Perilaku Anak
Kemampuan
anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, merupakan modal dasar yang sangat penting bagi kehidupan
yang sukses di masa depan. Berkaitan dengan hal ini, peran guru membantu anak
menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga anak merasa bahagia dan mampu
menerima dirinya (self acceptance).
Pembiasaan
disiplin pada diri anak penting karena dengan berdisiplin dapat memantapkan
peran sosial anak. Rua (2003) mengemukakan bahwa rahasia keberhasilan adalah
kedisiplinan. Orang yang terlatih disiplin akan lebih besar kemungkinannya
meraih keberhasilan ketimbang orang yang tidak disiplin. Tujuan dari disiplin
adalah membentuk perilaku anak, yang sesuai dengan peran yang ditentukan
lingkungan atau kelompok sosialnya. Untuk itu dalam penanaman disiplin ini
perlu peran orang tua di rumah maupun guru di sekolah.[6]
Di
rumah orang tua dan anggota keluarga lainnya merupakan model yang
ditiru anak
dalam pembentukan disiplin diri. Selain itu arahan-arahan dan bimbingan orang
tua merupakan pedoman anak bertingkah laku agar dapat melakukan penyesuaian
diri di lingkungannya.
Begitu
pula halnya di sekolah, seluruh personil sekolah adalah model bagi
anak, sedangkan
arahan dan bimbingan serta aturan-aturan di sekolah umumnya dan aturan guru
dalam kelas khususnya dapat membentuk perilaku anak dan mantapnya pembentukan
perannya dalam lingkungannya.
C.
Teknik Pembinaan Disiplin Kelas
Ada
tiga macam teknik yang sudah dikenal dalam pembinaan disiplin yaitu teknik
otoriter, permisif, dan demokratis. Teknik ini dibedakan berdasar-kan bagaimana
aturan diterapkan pada anak.[7]
1.
Teknik
otoriter
Dalam teknik ini disiplin ditegakkan
secara kaku. Penerapan hukuman pada anak bertujuan untuk memperkuat kepatuhan
anak akan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Bila anak melakukan pelanggaran
terhadap aturan tesebut, maka anak akan dihukum. Dalam penerapan tehnik ini
hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali penguatan positif seperti
senyuman, pujian, bila anak bertingkah laku sesuai dengan aturan.
Pengekangan pada anak sangat
menonjol sekali terlihat dalam penerapan disiplin dengan teknik otoriter ini.
Pengekangan terkesan kaku sekali, tapi kadang kala bisa juga terkesan tidak
terlalu kaku. Dalam pengekangan yang kaku, anak harus berperilaku sesuai dengan
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, dan anak tidak diperbolehkan
membuat membuat keputusan sendiri. Guru punya otoritas yang sangat tinggi dalam
menetapkan perilaku yang harus ditampilkan, walaupun anak sering tidak paham mengapa
harus berperilaku seperti itu. Dalam hal ini anak tidak diberikan kesempatan
untuk belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka sendiri.
Pada disiplin otoriter yang tidak terlalu kaku, pengekakangan pada
anak agak kurang ditonjolkan, namun pengaturan terhadap perilaku anak tetap
ada. Satu kelebihan dari teknik ini adalah guru mencoba memahami
keinginan-keinginan anak. Namun kadang-kadang terlihat adanya larangan-larangan
tidak masuk akal masih digunakan guru untuk mengendalikan perilaku anak.
Penerapan teknik disiplin ini dapat menjadikan anak berperilaku
yang diinginkan, patuh, tenang menjadi anak yang manis, tapi anak secara
diam-diam menaruh rasa tidak puas terhadap tokoh otoritasnya yang memberikan
aturan-aturan kepada anak dalam berperilaku. Kepribadian anak menjadi kaku,
tidak luwes dan sulit melakukan penyesuaian diri dengan kelompoknya. Anak dalam
setiap tindakannya dibayangi oleh perasan takut berbuat salah, karena kesalahan
dan pelanggaran dari aturan yang ditetapkan akan berakibat hukuman. Namun jika
kesalahan dan pelanggaran terlanjur dilakukan, maka untuk melindungi diri anak
akan berbohong, bahkan anak bisa tumbuh menjadi seorang yang licik dalam segala
tindak tanduknya.
Dalam penerapan teknik ini guru harus mempunyai kewibawaan dan otoritas
terhadap anak, yang menunjukkan bahwa ia mempunyai kelebihan dan kekuasaan
terhadap anak yang dihadapinya. Teknik ini jika diterapkan pada anak dalam
kelas terkadang dapat menimbulkan kekacauan, kecuali kalau guru mempunyai
kemampuan yang cukup dalam mengelola menguasai kelas. Untuk itu guru harus
bersikap tegas dan punya banyak pengalaman dan pengetahuan tentang apa-apa yang
harus dilakukan anak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.
2.
Teknik
permisif
Teknik permisif ini merupakan lawan dari teknik otoriter. Pada
teknik ini guru memberikan kebebasan kepada anak dalam mengembangkan
perilakunya. Dalam hal ini campur tangan guru yang berlebihan dianggap suatu
hambatan bagi anak dalam menentukan segala tindakannya dalam berperilaku.
Teknik ini tidak mengarahkan anak untuk berperilaku yang sesuai
dengan aturan dan kebiasaan yang ada dalam kelompoknya. Anak diperbolehkan
untuk melakukan apa saja. Pola pengasuhan yang serba membolehkan ini dapat
menimbulkan kesulitan bagi anak untuk memutuskan sesuatu karena tidak ada
patokan sama sekali dalam berperilaku. Pemahaman anakyang masih rendah dan
minimnya pengalaman dan pengetahuan mereka membuat mereka bingung untuk
berperilaku yang pantas. Hal ini mengakibatkan tumbuhnya rasa cemas, dan
takutyangberlebihan. Sebaliknya anak akan menjadi agresif, karena sedikit
sekali
pengawasan yang diberikan guru pada anak, sehingga anak merasa
tidak takut dan melakukan tindakan berdasarkan kemauan sendiri.
3.
Teknik
demokratis
Penerapan teknik disiplin demokratis menekankan pada pemberian
kesempatan pada anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Dasar pemikiran
dari teknik ini adalah mengembangkan kendali tingkah laku sehingga anak mampu
melakukan hal yang benar tanpa harus diawasi dengan ketat. Dalam penerapan teknik
ini anak berhak untuk mengeluarkan pendapat, usul, dan inisitif, namun dalam
penentuan keputusan anak akan dibantu oleh guru. Untuk itu guru sering
memberikan menggunakan penjelasan, diskusi dan mengemukakan alasan-alasan dalam
mengajarkan anak berperilaku.
Teknik disiplin demokratis dapat mengembangan kendali diri pada
anak, sehingga membuat anak merasa puas. Anak biasanya menjadi seorang yang
dapat diajakbekerja sama, mandiri, percaya diri, kreatif, dan ramah.
Dalam penerapan teknik disiplin ini guru bisa saja berpindah dari
satu teknik ke teknik yang lain. Di sinilah letak kearifan guru dalam
menanamkan disiplin.
Ketiga
teknik di atas mempunyai kelebihan dan kekurangannya, jadi tidak ada teknik
mana yang lebih baik dibandingkan dengan teknik lainnya. Namun demikian banyak
orang cenderung berpendapat bahwa dalam menanamkan disiplin pada anak
pendekatan demokratis yang paling baik. Alasannya adalah: (a) karena anak
diajak berbincang-bincang, bertukar pikiran dan beradu argumentasi, (b) norma
kedisipinan dapat dikaji ulang, (c) tidak ada hukuman, (d) dapat membina
penyesuaian pribadi dan sosial yang baik, dan (e) mengajarkan orang untuk
bekerjasama, mengendalikan diri dengan tenang dan bersikap ra-mah pada orang
lain, (f) guru atau orang tua mempunyai hubungan dengan anak yang hangat dan
bersahabat, sehingga menjalin kerjasama, dan (g) dapat memuaskan anak, terutama
yang usia pubertas, mulai dewasa, sebab anak merasa diberi kepercayaan dan
peluang untuk meng-atur tingkah lakunya (Santoso, 2002).[8]
D.
Penerapan Disiplin Kelas
Pembinaan
perilaku untuk anak MI dilakukan melalui pembiasaan perilaku,baik diprogram
guru maupun secara spontan, yang dimulai sebelum kegiatan pembelajaran
berlangsung dan sampai berakhirnya pembelajaran. Dengan kata lain, penerapan
disiplin kelas harus dilakukan guru sebelum pembelajaran dimulai, dalam kegiatan
pembelajaran berlangsung, selama istirahat/makan/bermain dan sesudah pelajaran
berakhir.
1.
Mengucapkan
salam bila bertemu dengan orang lain
Pada waktu mengucapkan salam diharapkan perilaku anak, antara lain:
(a) sopan dan santun, (b) menunjukkan reaksi dan emosi yang wajar, (c) berani
dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, (d) meng-hormati orang lain, (e)
menciptakan suasana keakraban, (f) melatih keberanian, dan (g) mengembangkan
sosialisasi.
2.
Berdoa
sebelum dan sesudah kegiatan
Pada waktu berdoa diharapkan anak berperilaku, antara lain: (a)
memusatkan perhatian dalam jangka waktu tertentu, (b) berlatih untuk selalu
tertib dan patuh pada peraturan, (c) rapi dalam bertindak, (d) berani dan
mempunyi rasa ingin tahu yang besar, (e) bersikap tertib, dan tenang dalam
berdoa, dan (f) mematuhi peraturan/tata tertib.
3.
Dalam
kegiatan pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan anak berperilaku: (a) rapi
dalam bertindak, berpakaian dan bekerja, (b) berlatih untuk selalu tertib dan
patuh pada peraturan, (c) berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar, (d)
merasa puas atas prestasi yang dicapai dan ingin terus meningkatkan, (e)
bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, (f) menjaga kebersihan
lingkungan, (g) mengendalikan emosi, (h) menjaga keamanan diri, (i) sopan, dan
(j) tenggang rasa terhadap keadaan orang lain .
4.
Waktu
Istirahat/Makan/Bermain
Pada waktu istirahat/makan/bermain diharapkan anak berperilaku: (a)
berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, (b) tolong- menolong sesama teman, (c)
rapi dalam bertindak, berpakaian dan bekerja, (f) mengurus diri sendiri, (g)
tenggang rasa terhadap keadaan orang lain, (h) sabar menunggu giliran, (i)
dapat membedakan milik sendiri dan orang lain, (j) meminta tolong dengan baik,
(k) mengucapkan terima kasih dengan baik, (1) membuang sampah pada tempatnya,
(m) menyimpan alat permainan
setelah
digunakan, (n) menjaga keamanan diri, (o) mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan, (p) mau dan dapat makan sendiri, (q) mau membersihkan dan merapikan
tempat makan, (r) tidak berebut mainan, (s) menjaga kebersihan dan kesehatan.
5.
Waktu
pembelajaran berakhir (pulang)
Pada waktu pembelajaran berakhir, diharapkan anak berperilaku; (a) memberikan
hormat kepada guru yang akan meninggalkan kelas, (b) berdoa sesudah selesainya
kegiatan pembelajaran, (c) meneliti tempat duduknya agar tidak ada barang yang
ketinggalan, dan (d) antri ke luar kelas (Depdikbud, 1998).[9]
E.
Penerapan Hukuman dan Hadiah
1.
Pengertian
Hukuman
Hukuman
merupakan penyajian stimulus yang tidak menyenangkan untuk
menghilangkan dengan segera perilaku anak yang tidak diharapkan,
sehingga hukuman dapat pula diartikan suatu bentuk sanksi yang diberikan pada
anak baik sanksi fisik maupun psikis apabila anak melakukan kesalahan-kesalahan
atau pelanggaran yang sengaja dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah
ditetapkan.
2.
Fungsi
hukuman
Pada dasarnya ada tiga fungsi
penting dari hukuman yang berperan besar bagi perkembangan moral anak, yaitu
fungsi reskriptif, pendidikan dan motivasi.
a)
Fungsi
restriktif
Hukuman dapat menghalangi
terulangnya kembali perilaku yang tidak diinginkan pada anak. Jika seorang anak
pernah mendapat hukuman karena ia telah melakukan satu kesalahan atau
pelanggaran, maka ia akan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa
di masa datang.
b)
Fungsi
pendidikan
Hukuman yang diterima anak merupakan pengalaman bagi anakyang dapat
dijadikan pelajaranyangberharga. Anakbisa bisa belajar tentang salah dan benar melalui
hukuman yang telah diberikan kepadanya. Hal ini menyadarkan anak akan adanya
suatu aturan yang haras dipahami dan dipatuhi, yang bisa menuntunnya untuk
memastikan boleh atau tidaknya suatu tindakan dilakukan.
c)
Fungsi
motivasi
Hukuman dapat memperkuat motivasi anak untuk menghindarkan diri
dari tingkah laku yang tidak diinginkan. Dari pengalaman hukuman yang pernah diterima
anak, maka anakmerasakanbahwa menerima hukuman merupakan suatu pengalaman yang
kurang menyenangkan, dengan demikian anak bertekad tidak mengulangi kesalahan
yang sama dan akhirnya timbul dorongan untuk berperilaku wajar, yaitu perilaku
yang diinginkan dan dapat diterima oleh kelompoknya.[10]
3.
Bentuk-bentuk
hukuman dan penerapannya pada anak
Dalam
memberikan hukuman kepada anak guru perlu memperhatikan syarat-syaratnya. Bertikut
ini dikemukakan syarat-syarat hukuman bagi anak yang dapat menjadi rambu-rambu
bagi guru dalam penerapannya.
· Bertujuan mengembangkan hati nurani. Hukuman yang diberikan ada
anak hendaknya dapat mengembangkan hati nurani anak, sehingga suatu saat anak
dapat mengembangkan kontrol dari dalam dirinya sendiri. Dengan demikian makin
bertambah umur anak, makin matang ia bertindak sehingga batasan-batasan yang
ditentukan makin berkurang karena makin meningkatnya kontrol dari dalam diri
anak.
· Jelas dan disertai alasan. Supaya tidak terjadi salah pengertian oleh anak tentang mengapa
ia dihukum, guru harus mengemukakan tiga hal, yaitu; sebutkan nama kelakukan
yang salah, nyatakan aturan atau prinsip yang dilanggar oleh perbuatan salah itu,
dan terangkan hukuman atau konsekwensi yang tidak enak yang akan diterima anak karena
pelanggaran itu.
· Memberikan alternatifyang dapat
diterima anak. Maksud dari
pemberian hukuman pada anak adalah untuk mengajar anak tentang hal-hal apa yang
boleh dilakukan. Seorang anak akan lebih mungkin merubah perilakunya yang
salah, kalau dia tidak hanya mengetahui apa yang tidak boleh dilakukannya,
tetapi juga apa yang harus dilakukannya.
· Bertolak darifakta-fakta yang
lengkap. Guru sebelum menjatuhkan hukuman pada
anak haruslah terlebih dahulu mengumpulkan semua fakta yang berkaitan dengan permasalahan
perilaku anak.
· Menetapkan hukuman adalah sebagai
pilihan terakhir.
· Segera, tidak ditunda-tunda.
· Imbangi dengan hadiah dan dorongan
yang konstruktif.
· Tidak berbentuk hukuman ganda.
· Harus bersifat pribadi dan tidak
mempermalukan anak.
· Dahului dengan cara memberi suatu
peringatan.
· Bersifat impersonal.
· Konsisten.
· Ciptakan hubungan dengan penuh kasih
sayang. Hubungan yang positif guru dengan
anak merupakan kondisi yang mendukung untuk mudahnya anak untuk menerima alasan
mengapa mereka harus dihukum.
· Perhatikan akibat hukuman terhadap
anak.
· Usahakan melibatkan anak. Guru dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk memikirkan dan
menilai sendiri kesalahannya.
· Tenang dan objektif. Hindarilah pemakaian nama ejekan, suara berteriak, hinaan-hinaan,
sindiran tajam, teknik-teknik mengkritik dan sebagainya, yang hanya merendahkan
harga diri seorang anak dan makin memperbesar reaksi emosinya.
· Adil.
· Usahakanlah pencegahan.
·
Aktif
memahami masalah anak.
· Tidak merasa diri lebih sempurna.
4.
Pengertian
Hadiah
Hadiah
atau ganjaran adalah berbagai bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap suatu prestasi.
Santoso (2002) menyatakan sebaiknya hadiah tesebut tidak berbentuk uang tetapi
alat atau benda yang bermanfaat bagi keperluan sekolah, misalnya tas, sepatu,
baju, atau alat tulis.[11]
5.
Fungsi
Hadiah
Ada
tiga fungsi penting dari hadiah, yaitu:
a)
Memiliki
nilai pendidikan
Hadiah adalah salah satu bentuk pengetahuan yang membuat anak
segera tahu bahwa tingkah lakunya itu baik. Sama halnya dengan hukuman yang
menyadarkan anak bahwa tingkah lakunya tidak dapat diterima lingkungannya.
b)
Memotivasi
anak utuk mengulangi tingkah laku yang diterima.
Anak umumnya akan bereaksi positif terhadap penerimaan lingkungan
yang diekspresikan lewat hadiah. Hal ini mendorong mereka bertingkah laku baik
agar mendapat hadiah lebih banyak.
c)
Memperkuat
tingkah laku yang dapat diterima lingkungan
Apabila anak mendapat penghargaan atas tingkah lakunya maka ia
mendapatkan pemahaman bahwa apa yang dilakukannya itu berarti. Ini yang membuat
anak termotivasi untuk terus mengulangi. Sementara anak yang miskin hadiah
tidak tahu persis apakah yang dilakukan itu berarti atau tidak. Akibatnya,
perilaku yang sebenarnya baik tidak diulanginya lagi.[12]
6.
Bentuk
Hadiah dan Penerapannya
Apapun
bentuk hadiah, ia harus sesuai dengan kebutuhan anak. Bila hadiah yang
diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan anak, efektivitas pemberian hadiah akan
hilang. Oleh karena itu diperlukan kepekaan guru dalam memberikan hadiah kepada
anak. Schaefer (1996) mengemukakan bahwa hadiah dapat digolongkan kepada hadiah
primer, yang berupa makanan, uang, alat-alat dan benda-benda nyata, sedangkan
yang bersifat sekunder yang bersifat pujian dan perhatian. Atas dasar sifat hadiah
tersebut, maka penerapan hadiah oleh guru untuk anak MI di sekolah dapat berbentuk:
(a) komunikasi non verbal, (b) bentuk pengakuan, (c) benda nyata atau kado, dan
(d) perlakuan istimewa.[13]
Penerapan
hukuman dan pemberian hadiah yang tepat dan benar pada anak merupakan salah
satu faktor yang penting dalam membentuk anak menjadi makhluk sosial yang sehat
dan bertanggung jawab dalam hidupnya. Untuk itu pemberian hadiah dan penerapan
hukuman haruslah pula memperhatikan aspek perkembangan anak.
[1]
http://sipembunuhkarakter.blogspot.com/2011/02/manajemen-kelas_3454.html
(tanggal 25 Oktober 2011)
[2]
http://www.scribd.com/doc/18120772/pembinaan-disiplin-kelas
(tanggal 25 Oktober 2011)
[3]
http://www.scribd.com/doc/18120772/pembinaan-disiplin-kelas
(tanggal 25 Oktober 2011)
[4]
Ibid. (tanggal
25 Oktober 2011)
[5]
http://sipembunuhkarakter.blogspot.com/2011/02/manajemen-kelas_3454.html
(tanggal 25 Oktober 2011)
[6]
http://www.scribd.com/doc/18120772/pembinaan-disiplin-kelas (tanggal 25 Oktober
2011)
[7]
Ibid. (tanggal
25 Oktober 2011)
[8]
http://www.scribd.com/doc/18120772/pembinaan-disiplin-kelas
(tanggal 25 Oktober 2011)
[9]
http://www.scribd.com/doc/18120772/pembinaan-disiplin-kelas
(tanggal 25 Oktober 2011)
[10]
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/131083760.pdf (tanggal 25 Oktober
2011)
[11]
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/131083760.pdf
(tanggal 25 Oktober 2011)
[12]
Ibid. (tanggal
25 Oktober 2011)
[13]
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/131083760.pdf
(tanggal 25 Oktober 2011)
mks membantu banget buat ngerjain tugas kuliah aq, barokallah aamiin....
BalasHapusiya sama sama
BalasHapusbagus
BalasHapus